LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.Definisi
Diabetes
Melitus (DM) merupakan kelainan yang
ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah /hiperglikemi (Suzzane C.
Smeltzer, 1996 : 1220)
Diabetes
Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan
metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.(Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes
Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari
beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus
(DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis
termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada
mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.
Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes
yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel
beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans sehingga
terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat
diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai
saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki
kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain
itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada
penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab
terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") adalah
diabetes yang terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin
dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas
terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin) yang
melibatkan reseptor insulin di membran sel.
2. Epidemiologi
Diabetes
Melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang 12 juta
orang. Sekitar 7 juta sudah terdiagnosis, sedangkan sisanya belum. Di Amerika Serikat kutang lebih 650.
000 kasus diabetas baru terdiagnosis tiap tahunnya. (healthy people, 2000,
1990)
Pada Diabetes
Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja ,
salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes
Mellitus.
Pasien
Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami
kegemukan (obesitas). Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi
diabetes pada anak sekolah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun, frekuensinya sangat
berkolerasi dengan meningkatnya usia; data yang ada menunjukkan kisaran 1 dalam
1.430 pada anak usia 5 tahun sampai 1 dalam 360 pada anak usia 16 tahun.
Puncaknya terjadi pada usia 5-7 tahun dan pada masa pubertas.
Variasi
siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus
tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada
bulan-bulan musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.
Tabel
1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun
2000
(FKM, Universitas Hasanuddin,
Makassar, 2007)
No
|
Rangking
negara tahun 2000
|
Orang dengan
DM (juta)
|
1.
|
India
|
31,7
|
2.
|
Cina
|
20,8
|
3.
|
Amerika
Serikat
|
17,7
|
4.
|
Indonesia
|
8,4
|
5.
|
Jepang
|
6,8
|
6.
|
Pakistan
|
5,2
|
7.
|
Federasi
Rusia
|
4,6
|
8.
|
Brazil
|
4,6
|
9.
|
Italia
|
4,3
|
10.
|
Banglades
|
3,2
|
3. Penyebab
/ Faktor Predisposisi
Diabetes Melitus Tipe 1
a. Faktor genetic
Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya
respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.
Diabetes Melitus Tipe 2
Telah
disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
terjadinya DM tipe 2:
a. Usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat
keluarga
d. Stress
e. Jumlah
resptor perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada obesitas bahkan hanya
sekitar
20.000
f. Jumlah
reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin tidak efektif
g. Terdapat
kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraseluler terganggu
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi
DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I,
dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
1. Tipe IA,
diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya
kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan fenomena ini.
2. Tipe IB
berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga
sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease,
Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini
berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.
5. Patofiologi
Terjadinya Penyakit
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi
tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di
usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap
oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh
tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin
memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada
kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan
menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel
target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa
protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot
skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa.
Diabetes Melitus Tipe 1
Pada tipe 1
terdapat ketidakmampuan untuk menghasikan insulin karena sel-sel beta pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
bersal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam
urin. Ketika glukosa yang belebihan di ekresikan ke dalam urin hal ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poliuria) dan haus
(polidipsia)
Difisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme preotein dal lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simapanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan gukosa yang disimpan)
dan gukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) dari asam-asam amino dan
substansi lainnya, namum pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatyan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping dari pemecahan lemak. Badan keton akan
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila berlebihan. Keto asidosis diabetik
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila t6idak ditangani
akan menimbukan perubahan kesadaran, koma, bahnkan kematian. Pemberian insulin
bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut. Diet dan latihan disertai
pemantaunan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes Melitus Tipe 2
Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin – NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Stress neuro
berkepanjangan akan merangsang pelepasan hormon ACTH dari hipofisis anterior,
ACTH ini merangsang pelepasan kotrisol dari korteks adrenal, kortisol ini
merupakan kontra insulin sehingga menganggu kerja insulin dan memperkuat
rangsangan glukosa terhadap insulin, akibatnya lama kelamaan sel beta pankreas
lelah memproduksi insulin sehingga terjadilah resistensi insulin.
Akibat lain dari kelelahan sel beta itu.
Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetesmellitus tipe II.
Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi
padadiabetes mellitus tipe II. Meskipun
demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II
paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
6. PATHWAY
DM Tipe 1 Dan 2
( di
lampirakan)
7. Manifestasi
Klinis
Keluhan
umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak
ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas.
Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak,
rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering ditemukan :
a) Poliuri
(banyak kencing)
Hal
ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi
(banyak minum)
Hal
ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagia
(banyak makan)
Hal
ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d) Berat
badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal
ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata
kabur
Hal
ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak
dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis
diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila
tidak diterapi dengan baik.
Penderita
diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula
darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Menurut
Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut (DM tipe 2)
yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal
seluruh badan
5. Pruritus
Vulvae
6.
Infeksi
bakteri kulit
7.
Infeksi
jamur di kulit
8.
Dermatopati
9.
Neuropati
perifer
10.
Neuropati
viseral
11.
Amiotropi
12.
Ulkus
Neurotropik
13.
Penyakit
ginjal
14.
Penyakit
pembuluh darah perifer
15.
Penyakit
koroner
16.
Penyakit
pembuluh darah otak
17.
Hipertensi
8. Pemeriksaan
Fisik
Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi : pada
DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak
banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat
penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot
Palpasi : denyut
nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan
terjadi hipertensi
Diabetes Melitus Tipe 2
Inspeksi : pada
pemeriksaan awal, didapatkan hasil pemeriksaan sama dengan
dm
tipe 1, tetapi pada DM type 2 biasanya klien yang datang ke RS adalah klien
yang dengan komplikasi seperti foot diabetik (terdapat gangren pada kaki
klien), retinopati (terutama pada lansia), hipertensi, katarak (terutama pada
lansia), dll.
Palpasi
dan auskultasi :
dari
hasil palpasi dan auskultasi biasanya pada DM type 2 didapatkan TD yang tinggi.
9. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda.
a) Glukosa
darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton
plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam
lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas
serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit
:
· Natrium
: mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium
: normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
· Fosfor
: lebih sering menurun
f) Hemoglobin
glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya
sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA
yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas
Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit
darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum
/ kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
j) Amilase
darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
k) Insulin
darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l) Pemeriksaan
fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine
: gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur
dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
10 Diagnostik
/ Kriteria Diagnostik
Diabetes Melitus Tipe 1 dan 2
Diagnosis
didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan kriteria data
Kadar
darah sewaktu dan puasa
sebagai
patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
(WHO)
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
|
Kadar glukosa darah sewaktu:
1. Plasma vena
2. Darah kapiler
|
< 100
< 80
|
100 – 200
80 – 200
|
>200
>200
|
Kadar glukosa darah puasa:
1. Plasma vena
2. Darah kapiler
|
< 110
< 90
|
110 – 120
90 – 110
|
>126
>110
|
Kriteria diagnostik WHO untuk
diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
• Glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
• Glukosa
plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
• Glukosa
plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) > 200 mg/dl
11 Diagnosis
Banding
Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2
Produksi
berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :
· Tumor
hipotalamus atau hipofisis
· Tumor atau
hiperplasia adrenal
Renal
glukosuria (Pada keadaan
ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis)
· Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji
toleransi glukosa yang abnormal dan glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan
oleh peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis).
12 Penatalaksaan
Diabetes Melitus Tipe 1 dan tipe 2
Ada enam cara dalam penatalaksanaan
DM tipe 1 dan 2, meliputi:
1. Pemberian
insulin
Yang harus diperhatikan dalam
pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan
serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama
kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble),
menengah, panjang, dan campuran.
Dosis anak bervariasi berkisar
antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya
fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan
kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan
3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakanuntuk
mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja
mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen).
Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus
secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
2. Pengaturan
makan/diet
o Jumlah kebutuhan kalori untuk anak
usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
o Komposisi sumber kalori per hari
sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun
dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
o Pembagian kalori per 24 jam diberikan
3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut :
a. 20% berupa
makan pagi.
b. 10% berupa
makanan kecil.
c. 25% berupa
makan siang.
d. 10% berupa
makanan kecil.
e. 25% berupa
makan malam.
f. 10% berupa
makanan kecil.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur
3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE
(Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa
dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat
hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan
pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa
darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat
hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin
pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin,
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi
tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.
c. Inhibitor
α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja
enzim α glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial.
d. Insulin
sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas
insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman
dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga
agar patuh berobat.
6. Pemantauan
mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat
melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini
sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia.
Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung
(urin).
13 KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik
pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a. Komplikasi
Metabolik Akut
1) Ketoasidosis
Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila
kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria
berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi
asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang
akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
b. Komplikasi
Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)
1. Mikroangiopaty
merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe-1),
syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi
klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari
arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut
retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa
protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan,
pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak
timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat
kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan
kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat
menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf
otonom.
2. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a) Penimbunan
sorbitol dalam intima vascular.
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan
pembekun darah
Pada
akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika
mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular
perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika
yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan
angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.
14 PROGNOSIS
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik
yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan
tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan
mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang
baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau
mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar
60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan
untuk meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam
ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang
kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM
tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi
DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik akan memberikan prognosis
baik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
1.
Pengkajian
Pengkajian
pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan
identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang
lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat
atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan
utama
Merupakan
kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg
mungkin timbul :
- Klien
mengeluh sering kesemutan.
- Klien
mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien
mengeluh sering merasa haus
- Klien
mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
- Klien
mengeluh merasa lemah
- Klien
mengeluh pandangannya kabur
Do :
- Klien
tampak lemas.
- Terjadi
penurunan berat badan
- Tonus
otot menurun
- Terjadi
atropi otot
- Kulit
dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak
adanya luka ganggren
- Tampak
adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan
Umum
Meliputi
kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda
Vital
Meliputi
pemeriksaan:
ü Tekanan
darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang
meningkat/ tinggi/ hipertensi.
ü Pulse
rate
ü Respiratory
rate
ü Suhu
e. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
· Inspeksi
: kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya
luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati,
kekaburan pandangan.
· Palpasi
: kulit teraba kering, tonus otot menuru.
· Auskultasi
: adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan
penunjang
a) Glukosa
darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton
plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam
lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas
serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit
:
· Natrium
: mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium
: normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
· Fosfor
: lebih sering menurun
f) Hemoglobin
glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya
sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA
yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas
Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit
darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum
/ kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
j) Amilase
darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
k) Insulin
darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l) Pemeriksaan
fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine
: gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur
dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
g. Riwayat
Kesehatan
· Riwayat Kesehatan
Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
· Riwayat Kesehatan
Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :
1. Aktivitas/
Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1. Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat
abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam frekuensi dan
pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
2. Nyeri
akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan visceral
pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada, tampak
menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit, berhati-hati
saat bergerak.
3. Ketidakseimbangan
cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan haluaran urina yang
berlebih akibat diabetes tidak terkontrol ditandai dengan keseimbangan negative
antara asupan dan haluaran cairan, membrane mukosa kering, penurunan turgor
kulit, dieresis.
4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keseimbangan negative
kalori dalam tubuh akibat glycosuria ditandai dengan adanya ketidakadekuatan
asupan makanan, berat badan 10%-20% atau lebih berada di bawah berat badan
ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
5. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder
akibat perubahan metabolic dan endokrin pada diabetes mellitus ditandai dengan
adanya gangguan pada integument, lesi, ulkus.
6. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat
gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan kemampuan
dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.
7. PK
syok hipovolemia
8. GSP:
visual berhubungan dengan perubahan penerimaan, transmisi dan integrasi
ditandai dengan distorsi visual, adanya perubahan respon terhadap stimulus.
9. Risiko
infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder akibat diabetes
mellitus.
10. Risiko
cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan.
3. RENCANA
TINDAKAN
1) Prioritas
Utama
1. Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat
abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam frekuensi dan
pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
2. Nyeri
berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan visceral pada
jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada, tampak menggosok
bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit, berhati-hati saat
bergerak.
3. Ketidakseimbangan
cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan haluaran urina yang
berlebih akibat diabetes tidak terkontrol ditandai dengan keseimbangan negative
antara asupan dan haluaran cairan, membrane mukosa kering, penurunan turgor
kulit, dieresis.
4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keseimbangan negative
kalori dalam tubuh akibat glycosuria ditandai dengan adanya ketidakadekuatan
asupan makanan, berat badan 10%-20% atau lebih berada di bawah berat badan
ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
5. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder
akibat perubahan metabolic dan endokrin pada diabetes mellitus ditandai dengan
adanya gangguan pada integument, lesi, ulkus.
6. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat
gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan kemampuan
dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.
7. PK
syok hipovolemia
8. GSP:
visual berhubungan dengan perubahan penerimaan, transmisi dan integrasi
ditandai dengan distorsi visual, adanya perubahan respon terhadap stimulus.
9. Risiko
infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder akibat diabetes
mellitus.
10. Risiko
cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan.
2) Perencanaan
Diagnosa
Keperawatan :
1. Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat
abnormalitas asam-basa ditandai dengan adanya perubahan dalam frekuensi dan
pola napas (pernapasan cepat dan dalam), hiperventilasi.
Tujuan
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas pasien efektif dengan
kriteria :
· Hiperventilasi
tidak ada
· RR normal
(12-20 x/menit), suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada.
· Saturasi
oksigen 85 % - 100 %.
Intervensi
:
Mandiri
a. Observasi ; RR,
suhu, suara naafas
Rasional :
Kecepatan biasanya meningkat. Pola napas cepat dan dalam.
b. Evaluasi
fungsi pernapasan
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan
pada TTV dapat terjadi sebagai akbat stress fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadi syok sehubungan dengan hipoksia.
Kolaborasi
a. Berikan
oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
Rasional
:
Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
2. Nyeri
akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan visceral
pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada, tampak
menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit, berhati-hati
saat bergerak.
Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan nyeri tidak
ada dengan kriteria hasil : nyeri dikatakan berkurang atau tidak ada dan dapat
dikontrol dengan skala nyeri (0-3), klien tampak rileks, tampak tidak
melindungi area yang sakit dan klien bergerak dengan rileks.
Intervensi :
a. Tanyakan
pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus-menerus,
sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intensitas pada skala 0-10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala
nyeri. Penggunan skala nyeri dapat membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri
dan memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analdesik, meningkatkan control
nyeri.
b. Kaji pernyataan
verbal dan nonverbal nyeri pasien.
Rasional : Kesesuaian antara petunjuk
verbal/nonverbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri.
c. Evaluasi
keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol
nyeri; ganti obat atau waktu sesuai ketepatan.
Rasional : Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah
subjektif dan pengontrolan nyeri yang terbaik merupakan keleluasaan pasien.
Bila pasien tidak mampu memberi masukan, perawat harus mengobservasi tanda
fisiologis dan psikologis nyeri dan memberilan obat berdasarkan aturan.
d. Ajarkan teknik
manajemen nyeri.
Rasional : Pasien bisa mengalihkan nyeri agar
rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
e. Kolaborasi
pemberian analgetik.
Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok
reseptor nyeri.
3. Ketidakseimbangan
cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan haluaran urina yang
berlebih akibat diabetes tidak terkontrol ditandai dengan keseimbangan negative
antara asupan dan haluaran cairan, membrane mukosa kering, penurunan turgor
kulit, dieresis.
Tujuan
:
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama (….x24 jam) diharapkan kekurangan volume
cairan teratasi dengan kriteria hasil :
- Tercapainya
keseimbangan antara masukan dan haluaran cairan (CM CK balance)
- Tidak
adanya tanda-tanda dehidrasi
- berat
jenis urine dalam batas normal
- membrane
mukosa lembab
- turgor
kulit normal (<2detik)
Intervensi
Mandiri:
1. Pantau
berat badan, suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume dan konsentrasi
urine
Rasional :
mengidentifikasi kekurangan volume cairan dan tanda-tanda dehidrasi.
2. Berikan
jenis cairan yang menarik (es cream yang bertangkai, es berbentuk kerucut,
jeli)
Rasional: memberikan
minuman yang menarik diharapkan dapat meningkatkan asupan cairan klien
3. Gunakan
wadah yang menarik (cangkir berwana) dan berikan permainan dan
aktivitas (suruh anak minum jika tiba gilirannya)
Rasional :
wadah yang menarik diharapkan dapat meningkatkan asupan cairan klien.
4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keseimbangan negative
kalori dalam tubuh akibat glycosuria ditandai dengan adanya ketidakadekuatan
asupan makanan, berat badan 10%-20% atau lebih berada di bawah berat badan
ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil : tidak
terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak ada penurunan nafsu makan, mual
dan muntah tidak ada.
Intervensi
:
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan
baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
Rasional : Mulut yang
tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual.
b) Timbang
berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.
Rasional : Menimbang
berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan
mula-mula sebelum mendapatkan nutrient.
c) Observasi
tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Rasional : untuk mengetahui tingkat
kebutuhan nutrisi
Kolaborasi
a) Konsultasikan dengan ahli gizi
mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
Rasional : Konsultasi
ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan
kalorinya
b) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula
darah.
Rasional : mengetahui kadar gula darah dan
menetukan terapi selanjutnya
c) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Rasional : membantu dalam mengatur
metabolism karbohidrat
5. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder
akibat perubahan metabolic dan endokrin pada diabetes mellitus ditandai dengan
adanya gangguan pada integument, lesi, ulkus.
Tujuan
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama (…x24 jam) diharapkan klien menunjukkan
penyembuhan jaringan progresif.
· Tidak
terdapat gangguan jaringan epidermis dan dermis pada kulit klien.
· Tidak
terdapat lesi/ulkus.
Mandiri
a. Inspeksi
seluruh area kulit, catat adanya kemerahan dan pembengkakan.
Rasional : kulit
biasanya cenderung usak karena sirkulasi perifer, ketidak mampuan untuk
merasakan tekanan, imobilisasi, dan gangguan pengaturan suhu.
b. Kaji
kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi
dan amati perubahan.
Rasional
: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
c. Anjurkan
klien untuk melakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun
sewaktu duduk.
Rasional
: perubahan possi yang sering dapat meningkatkan sirkulasi
pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah yang menonjol.
d. Tutupi
luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif.
Rasional
: dapat mengurangi kontaminasi bakteri sehingga dapat
meningkatkan proses penyembuhan.
Kolaborasi
a. Gunakan
atau berikan obat-obat topical sistemik sesuai indikasi.
Rasional
: digunakan pada perawatan lesi kulit. Jika digunakan salep
multidosis, perawatan harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi silang.
b. Lindungi
lesi dengan balutan basah atau salep antibioktik dan balutan nonstick (misalnya
: Telfa)sesuai petunjuk.
Rasional : melindungi
area ulserasi dari kontaminasi dan meningkatkan penyembuhan.
6. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat
gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan kemampuan
dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak.
Tujuan :
Setelah
diberikan askep selama (....x24 jam) diharapkan pasien tidak mengalami hambatan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil pasien dapat mengutarakan keinginan dan berpartisipasi
dalam aktivitas, mendemonstrasikan tingkah laku/teknik yang meningkatkan
kelangsungan atau melakukan kembali aktivitas dan dapt mempertahankan kekuatan
dan fungsi bagian-bagian tubuh yang terpengaruh.
Mandiri
1. Tentukan kemampuan fungsional (skala
0-4) dan alasan ketidakseimbangan.
Rasional : Mengidentifikasi
kebutuhan/tingkat intervensi yang dibutuhkan
2. Catat respon emosional/tingkah laku
untuk mengubah kemampuan
Rasional : perubahan fisik kerap
kali mengakibatkan/menciptakan perasan marah, frustasi dan depresi yang dapat
dimanifestasikan sebagai keengganan untuk serta dalam aktivitas
3. Rencanakan aktivitas/kunjungan
dengan periode istirahat adekuat sesuai kebutuhan
Rasional : mencegah kepenatan;
menghemat energi untuk melanjutkan partisipasi
4. Bantu dalam ambulasi bila
dibutuhkan, perlihatkan pada pasien bagaimana cara bergerak yang aman
Rasional : mencegah terjadinya
kecelakaan seperti cedera
5. Kaji kembali keamanan penggunaan
alat-alat bantu aktivitas
Rasional : Memfasilitasi aktivitas,
manurunkan risiko perlukaan
Kolaborasi
6. Konsulkan
dengan ahli terapi fisik/okupasi, spesialis rehabilitasi
Rasional : Sangat membantu
dalam membuat program latihan/aktivitas individu dan menentukan alat bantu yang sesuai
7. Risiko
infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder akibat diabetes
mellitus.
Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan tidak
terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi dengan kriteria hasil : tidak terjadi
infeksi, tanda-tanda infeksi tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC
(4,00-11,00 k/ul), bebas eritema dan demam.
Intervensi
:
a. Pantau
tanda-tanda infeksi.
Rasional : mengetahui secara dini tanda-tanda infeksi sehingga bisa
melakukan intervensi secara tepat.
b. Lakukan
perawatan luka.
Rasional : Menghindari infeksi
c. Berikan pendidikan kesehatan
mengenai pencegahan infeksi.
Rasional : Mengajarkan klien agar terhindar
dari infeksi.
8. Risiko
cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x... jam diharapkan cidera
tidak terjadi dengan kriteria hasil keamanan
pasien terjaga, tidak terjadi cidera
Mandiri
1. Gunakan
tempat tidur yang rendah, dengan pagar tempat tidur terpasang
Rasional
: Untuk menghindari cedera saat jatuh dari tempat tidur
2. Jauhkan
benda-benda yang berbahaya (seperti benda-benda tajam)
Rasional
: Untuk menghindari pasien cedera akibat terkena benda-benda tersebut
3. Gunakan
matras pada lantai.
Rasional
: Penggunaan matras pada lantai dapat meminimalisasi cedera bila terjatuh,
misalnya dari tempat tidur.
4. Gunakan
lampu malam.
Rasional
: Untuk meningkatkan keamanan pada klien dengan gangguan penglihatan di malam
hari.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, Andi
Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus.http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-dan-isu-mutakhirnya/. (Akses 17
Maret 2010)
Carpenito,
Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi
6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. http:// www. pediatrik.com/
2010/02/diabetestipe1. html.(Akses 17 Maret 2010)
Guyton, Arthur
C. 2008. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Ikrimah. 2009. Dibetes millitus. http://ikrimah.blogspot.com/2009/04/diabetesmilltus.html. (Akses
17 Maret 2010)
Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 . http://www.rafani.co.cc/2010/01/askep-dm.html. (Akses 17
Maret 2010)
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar